Catatan 06/11/18

Selalu ada rasa yang aneh setiap kali selesai menamatkan buku bagus, rasa aneh itu mula-mula diterjemahkan dalam rentetan imajinasi dalam tempurung kepala tentang apa-apa yang telah dibaca. Aku acap kali jatuh hati pada tokoh wanita yang selalu nampak menawan, anggun, cantik meski terkadang hidupnya berakhir tragis. Toh tidak semua akhir cerita seperti itu.

Solo dibasuh dengan gerimis tipis dzuhur tadi, aroma petrikor menguar membaui udara, masuk melalui jendela yang kubuka.

Catatan 12/10/18

Suatu shubuh di penghujung Juli, kereta Turangga membawaku dari Bandung menuju Solo Balapan. Hawa dingin masih menyeruak, wajah-wajah lelah melangkah gontai di sepanjang peron stasiun. Seharusnya kereta tiba tepat pukul 4.17, tapi ada keterlambatan.

Pintu keluar telah dipenuhi beberapa tukang becak yang menawarkan tumpangan, aku menggeleng, terus berjalan ke arah pintu keluar parkiran. Suasana di luar ternyata sudah remang-remang, tanda matahari tak lama lagi akan segera muncul mengempaskan rasa hangat.

Tak banyak yang berubah, wajah Solo Balapan masih seperti beberapa bulan lalu ketika aku tinggalkan. Hanya ada beberapa spanduk penyambutan Asian Games berukuran cukup besar tak jauh dari parkiran.

Ditemani segelas teh manis hangat aku duduk sejenak menikmati jalanan yang mulai beranjak ramai, warung seberang stasiun saat itu cukup sepi. Bangku-bangku kosong dengan meja-meja yang dipenuhi gelas-gelas kosong.

Catatan 02/10/17

Hari ini agak aneh, seperti merasakan disorientasi waktu dan tempat. Sejak pagi terbangun sampai saat ini ketika sore sudah menyapa. Bahkan untuk sarapan saja rasanya tidak bernafsu, dan makan siang terlewat begitu saja. Mie Ayam Cokro yang terkadang terasa memanggil-manggil kini hening.

Catatan 10/04/17

Ini hari terakhirku di Jogja, setelah rencana mendadak yang menurunkanku tiba-tiba di Stasiun Lempuyangan, hari ini aku harus pulang. Entah untuk berapa lama sampai nanti aku ada kesempatan untuk menghirup kembali udara di Jalan Parangtritis tak jauh dari Pasar Prawirotaman.

Aku sudah rindu meskipun keretaku baru berangkat jam 2 siang nanti. Pada keriuhan ibu-ibu di Pasar Prawirotaman, pada soto daging, Bakmi Jawa Harjo Geno, kursi plastik di bawah rindang dedaunan di seberang Maga Swalayan, aku rindu pada bubur gudeg tak jauh dari KJ Hotel, pada Mie Ayam Mas Kribo dekat Jalan Suryodiningratan, pada pecel lele Pak Irfan di Jalan Parangtritis. Aku rindu dengan semuanya, tukang becak dengan kaki-kaki terangkat, Jogja yang sunyi di minggu malam, suara motor yang digeber sekencang mungkin saat dini hari. Juga pada andong-andong yang biasa lewat dengan kusirnya yang memakai pakaian adat Jawa.

Baca lebih lanjut

Catatan 05/04/17

Hanya tinggal menghitung hari saja aku tinggal di Jogja, tanggal 12 nanti adalah akhir dari masa sewa indekos di Jalan Tirtodipuran. Sepertinya memang harus segera pulang ke Kuningan dahulu sebelum dapat memulai perjalanan baru.

Beberapa hari terakhir aku banyak menghabiskan pagi tak jauh dari perempatan ujung Jalan Tirtodipuran dan Jalan Suryodiningratan. Usai sarapan dengan nasi sop ditambah satu perkedel kentang dan juga tempe. Senang sekali rasanya melihat keramaian lalu lintas jalan, tukang-tukang becak yang menunggu penumpang di depan Maga Swalayan, bule-bule yang sesekali lewat bersepeda dengan celana pendek, juga lalu-lalang pengemudi GO-JEK dengan jaket hijaunya.

Baca lebih lanjut