Your Eyes

funwallz.com

funwallz.com

Rabu, 05 Februari 2014, Tomodachi Cafe, Bandung

I have looked into your eyes with my eyes. I have put my heart near your heart. -Pope John XXIII

Ini pertemuanku yang kesekian kalinya dengan Sera, entah kenapa, tiba-tiba saja aku ‘menisbatkan’ diri untuk menjadi her secret admirer. Terlalu pengecut rasanya hanya untuk mengutarakan perasaan yang aku sendiri masih bingung itu apa. Buang jauh-jauh adegan yang biasa ada di FTV Indonesia. Rinai bilang itu cinta, aku sendiri malah bingung itu apa. Hanya ketertarikan? mungkin saja. Terlalu dini rasanya, meskipun ‘katanya’ tak ada yang mustahil dalam urusan cinta.

She looks sexy, as usual. Dengan celana super pendek dan jaket biru langit. Damn, Sera seperti biasanya, nampak anggun dengan pakaian apapun yang dikenakan. Dan matanya, Ya Tuhan, ingin rasanya tak berhenti berkedip untuk menatapnya.

Baca lebih lanjut

Sera (2)

Bagian kedua dari cerita tentang Sera. Untuk bagian pertama silahkan kunjungi link berikut Sera (1).

Mendung tebal masih saja menggelayut manja diatas langit Bandung bagian barat, musim penghujan selalu membawakan dua aroma yang berlawanan, aroma kehidupan ketika menghidu hawa pegunungan dan juga aroma kematian karena rintiknya yang deras terus menerus menyebarkan ancaman. Banjir. Sialnya banjir adalah salah satu nama dari Sera. Suatu sore ketika kami berdua melewati jalan cipaganti dengan pepohonannya yang rimbun dan rumah-rumahnya yang merupakan peninggalan zaman kompeni, aku pernah iseng bertanya pada Sera yang sedikit gugup dengan tangan mencengkram kemudi. Tentang nama chinesenya dan kemudian dia menyebutkan arti dari salah satu potongan nama chinesenya yang berarti banjir. Nampak aneh memang, aku sendiri hanya tersenyum sambil tak lagi membahas nama yang menurutku agak aneh itu.

Bandung di musim hujan sebelum jam 12 siang adalah waktu yang sangat tepat untuk bermalas-malasan, berkemul dengan selimut tebal dengan ditemani secangkir teh manis yang mengepul dan beberapa potong banros yang baru diangkat dari cetakannya. Aku tertidur di sofa ruang tamu dengan memakai kaos kaki yang mulai menipis. Gerimis tipis masih saja turun seakan tak rela tanah dibawahnya kering, sepertinya hujan deras berlangsung selama sepertiga malam tadi hingga fajar sedikit demi sedikit merekah malas.

Baca lebih lanjut

Welcome back, Sera

Welcome back to Bandung, Sera. How was your holiday in China? Semoga kamu nggak makin item ya 3 minggu disana. Pengen langsung ngobrol rasanya begitu kamu landed, kalau perlu pintu pesawat aku sendiri yang bukain, turun tangga pesawat aku sendiri yang nuntun kamu, atau kalau perlu bus jemputannya aku sendiri yang dorong (maklum gak bisa nyetir mobil. Ha ha..). Sampai ketemu nanti meeting tanggal 6 ya, semoga semoga dan semoga. 😀

Yeah. Semoga tulisan kedua tentangmu bisa segera dipublish disini.

Sera (1)

Tulisan ini pertama dipublikasikan di Fiksiana (http://goo.gl/oZ8fPm)

Kepalaku berdenyut tak karuan memikirkan apa yang baru saja terjadi dalam beberapa hari ini, sensasi seperti mau pingsan karena berlari-lari di tanjakan curam ketika hujan deras ditambah nyaris tengah malam. Sebutir aspirin rasanya masih tak cukup untuk sekedar meredakan rasa nyeri. Aku meneguk setengah botol air mineral sisa tadi sore makan di restoran seafood untuk sekedar membasahi tenggorokanku yang terus terasa kering. Untuk sekian lama aku tak menggunakan benda itu, kuoleskan sedikit-demi sedikit pada titik nyeri berharap semuanya cepat membaik, yup,  balsem. Entah kapan aku terakhir kali menggunakannya. Tumpukan metropop yang berserakan bercumbu dengan beberapa novel karya penulis asing dan penulis Indonesia kubiarkan mereka mesra saling tindih begitu saja diatas meja, entah kenapa untuk saat ini mual rasanya ketika harus dipaksakan membaca buku. Sticky notes yang menempel tak karuan pada layar lcd monitor yang sudah lama tak kugunakan mendadak menambah runyam pemandangan, belum lagi benda-benda lain yang berbaris tak beraturan seperti anak SD yang sedang belajar PBB, beberapa kabel data, pecahan uang dua puluh ribuan dan beberapa lembar uang dua ribuan, note pribadi, dua buah stabilo beda warna, gelas dengan sisa kopi yang menempel didasarnya, kacamata dengan posisi telentang, hp and guess what? Satu botol sambal terasi.

Baca lebih lanjut